Meskipun tidak semua atlet memenangkan medali di Olimpiade, banyak dari mereka yang termotivasi oleh semangat untuk berkompetisi di ajang olahraga terbesar di dunia. Sejak Olimpiade pertama kali diadakan di Athena pada tahun 1896, medali baru mulai diberikan kepada para juara pada Olimpiade 1904 di St. Louis, Missouri, Amerika Serikat. Pada dua edisi awal tersebut, partisipasi dalam Olimpiade sudah menjadi pencapaian besar bagi para atlet. Hingga kini, meskipun medali adalah prestasi yang diinginkan, menjadi seorang Olympian tetap menjadi impian utama bagi banyak atlet.
Olimpiade, baik musim panas maupun musim dingin, selalu menghadirkan banyak kisah inspiratif, termasuk pada Olimpiade Paris yang baru saja usai. Kisah para atlet yang didorong oleh semangat kompetisi ini telah menjadi sorotan di seluruh dunia dan akan terus menginspirasi generasi mendatang. Dan berikut adalah ulasan SBOTOP tentang sejumlah kisah inspiratif atlet yang ada di Olimpiade 2024.
1.YAYLAGUL RAMAZANOVA (PEMANAH – AZERBAIJAN)
Yaylagul Ramazanova, pemanah asal Azerbaijan, menarik perhatian dunia saat berlaga di Olimpiade Paris 2024 meski sedang hamil enam setengah bulan. Sebagai pemanah kedua dari Azerbaijan yang berhasil lolos ke Olimpiade, Ramazanova menunjukkan prestasi mengesankan dalam debutnya. Awalnya, ia memulai karier sebagai penembak sebelum beralih ke panahan karena potensi yang dilihat oleh pelatihnya.
Ramazanova, yang berada di peringkat 185 dunia, mengejutkan banyak orang dengan mengalahkan An Qixuan, pemanah peringkat 28 dunia dari Tiongkok, dalam babak 1/32 eliminasi. Meskipun pertandingan berlangsung ketat di bawah suhu tinggi, Ramazanova berhasil memenangkan babak penentuan dengan skor 10, mengukir kemenangan yang berarti bagi dirinya dan negaranya.
Walaupun ia akhirnya tersingkir di babak 1/16 oleh pemanah Jerman, Michelle Kroppen, penampilannya di Olimpiade 2024 meninggalkan kesan yang kuat. Sebelum Olimpiade, Ramazanova juga berhasil mengalahkan mantan pemanah nomor satu dunia, Deepika Kumari, dalam turnamen kualifikasi di Turki. Ramazanova juga menyatakan keinginannya untuk melatih anaknya jika mereka tertarik menjadi pemanah di masa depan.
2.NADA HAFEZ (ANGGAR – MESIR)
Nada Hafez, seorang atlet anggar asal Mesir, menjadi sorotan di Olimpiade Paris karena tampil dalam kondisi hamil tujuh bulan. Di usia 26 tahun, Hafez menunjukkan semangat dan ketahanan luar biasa di arena anggar, meskipun olahraga ini menuntut kelincahan, ketepatan, dan stamina yang tinggi.
Selama pertandingan babak pertama dalam kompetisi anggar sabre putri, Hafez mengalahkan Elizabeth Tartakovsky dari Amerika Serikat dengan skor 15-13. Banyak yang terkejut mengetahui bahwa Hafez sedang hamil, sebuah berita yang diumumkannya sendiri di media sosial setelah pertandingan. Dia mengungkapkan betapa beratnya mengimbangi kehidupan dan olahraga sambil menghadapi tantangan kehamilan.
Hafez, yang akhirnya kalah dari Jeon Hayoung dari Korea Selatan di babak 16 besar dengan skor 7-15, merupakan peserta Olimpiade untuk ketiga kalinya. Dia dikenal sebagai sosok yang sangat menginspirasi karena kemampuannya untuk berkompetisi di tingkat tertinggi sambil mengandung.
Nada Hafez, yang berasal dari Kairo, mengucapkan terima kasih kepada suaminya, Ibrahim Ihab, dan keluarga lainnya atas dukungan mereka. Selain anggar, Hafez juga merupakan juara nasional Mesir dalam senam, serta seorang ahli patologi klinis dengan gelar medis dari Universitas Kairo yang diperoleh pada tahun 2022. Dengan prestasi termasuk medali perak dan dua medali perunggu di Kejuaraan Zonal Afrika, Hafez adalah contoh nyata dari pencapaian yang luar biasa.
3.YUSUF DIKEC (PENEMBAK – TURKI)
Yusuf Dikec, seorang penembak asal Turki berusia 51 tahun, membuktikan bahwa usia tidak selalu menjadi halangan dalam olahraga menembak. Dikenal dengan gaya santai dan penampilannya yang sederhana, Dikec mencuri perhatian di media sosial berkat penampilannya yang tenang di arena. Dikec, yang berkompetisi tanpa penutup mata atau pelindung telinga dan seringkali dengan tangan non-shooting di saku, adalah bagian dari tim campuran Turki yang meraih medali perak dalam lomba Pistol Udara 10m, medali Olimpiade pertama Turki dalam menembak. Dalam acara tersebut, dia menggunakan pelindung telinga meski tampil dengan cara yang sangat minimalis.
Selain itu, Dikec juga bertanding di kategori Pistol Udara 10m putra di Paris dan menyelesaikan pertandingan di posisi ke-13. Ia telah berkompetisi di setiap edisi Olimpiade sejak Beijing 2008, dan dikenal di internet karena gaya berkompetisinya yang sederhana, bahkan membuka kedua matanya saat menembak.
Sejak memulai olahraga menembak pada tahun 2001, Dikec telah memperoleh banyak pengakuan, termasuk medali perak di Olimpiade dan merupakan peraih medali di lima Kejuaraan Dunia, dengan dua medali emas dalam kategori pistol api pusat 25m. Selain itu, Dikec juga memiliki 10 medali Kejuaraan Eropa, termasuk lima medali emas.
Yusuf Dikec, yang merupakan pensiunan anggota Gendarmeri Turki, kini telah menorehkan namanya dalam sejarah Olimpiade, tidak hanya sebagai peraih medali tetapi juga sebagai salah satu figur paling populer di Olimpiade Paris 2024. Jika ia kembali berkompetisi di Olimpiade Los Angeles 2028 pada usia 55 tahun, Dikec kemungkinan akan menjadi salah satu atlet yang paling banyak dibicarakan.
4.ZHIYING ZENG (PETENIS MEJA – CHILE)
Dalam dunia yang sangat kompetitif saat ini, sering kali kita lupa bahwa menjadi seorang Olympian adalah pencapaian besar itu sendiri, terlepas dari apakah atlet meraih medali atau tidak. Zhiying Zeng, seorang pemain tenis meja asal Chile dengan latar belakang Tiongkok, merupakan contoh nyata dari dedikasi dan semangat tersebut. Pada usia 58 tahun, Zeng membuat debutnya di Olimpiade Paris 2024, menunjukkan ketekunan dan kecintaannya pada olahraga yang dimulai sejak tahun 1970-an.
Lahir di Guangzhou pada tahun 1966, Zeng tumbuh dalam lingkungan olahraga berkat ibunya yang merupakan pelatih tenis meja. Dia mulai bermain tenis meja sejak usia dini dan menjadi profesional pada usia 12 tahun. Menjadi pemain tenis meja di Tiongkok, yang terkenal sukses dalam olahraga ini, adalah tantangan besar. Zeng mengalami kemunduran setelah aturan “dua warna” diterapkan pada tahun 1986, yang mengharuskan pemain menggunakan bat dengan dua warna berbeda di kedua sisinya, membuat gayanya yang sebelumnya membingungkan lawan menjadi kurang efektif.
Setelah menerima undangan untuk melatih di Chile pada tahun 1989, Zeng pindah dan hanya sesekali kembali ke kompetisi tenis meja. Pada tahun 2023, dia terpilih untuk bergabung dengan tim tenis meja wanita Chile di Pan American Games dan meraih medali perunggu. Di Chile, dia dikenal dengan julukan “Tia Tania” dan menjadi figur ikonik meskipun bukan seorang nenek.Zhiying Zeng akhirnya mewujudkan impiannya untuk menjadi Olympian di Paris 2024. Meskipun kalah di babak awal, prestasinya telah menjadikannya sorotan karena membuktikan bahwa menjadi seorang Olympian adalah pencapaian yang sangat berharga.
●●●
Kunjungi halaman blog kami untuk membaca berita SEPAK BOLA dan informasi pasaran taruhan
Selalu menjadi yang terdepan dalam mendapatkan informasi seputar olahraga dan bursa taruhan